Muhammad Hussaini, Alumnus Program Studi Bahasa dan Sastra Arab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Dalam dunia perfilman modern, acap kali penonton
tertipu oleh keindahan visual yang mencolok. Sama halnya ketika kita melihat
pesta kembang api yang megah, tetapi tidak merasakan getaran ledakan yang
sesungguhnya. Film seharusnya tidak hanya mengedepankan visual, tetapi juga
dapat menarik perasaan penonton. Penggunaan teknik sinematik modern dan
teknologi CGI yang berlebihan dapat membuat adegan dramatis terasa kurang autentik.
Misalnya, pada salah satu adegan di film Avatar yang menampilkan sang tokoh
utama, Jake Sully, ketika berpelukan dengan Neytiri setelah peperangan melawan
ras manusia. Menurut penulis, seharusnya adegan ini menjadi momen yang
romantis, tetapi hal tersebut tampak samar disebabkan tubuh mereka berdua
terlihat tidak manusiawi dan tidak memiliki detail tubuh yang realistis.
Akhirnya momen romantis itupun terasa sirna.
Baca bagian sebelumnya: Teknologi Dunia Perfilman dan Postmodernisme (Bagian Satu)-albayaanaat.com
Selanjutnya, akibat penggunaan CGI dalam
film, penonton dibingungkan akan batas antara dunia nyata dan buatan, bisa juga
disebut dengan hyperreality. Ini merupakan representasi yang terasa
sangat hidup tetapi malah menimbulkan tanda tanya. Bagaimana penonton meresapi
makna emosionalnya? CGI menciptakan dunia yang memanjakan mata, namun apakah
hal tersebut menyentuh hati? Pertanyaan ini timbul jika merujuk pada konsep the
waning of affect. Hal yang juga perlu dipertanyakan adalah apakah karya
yang dibuat benar-benar menciptakan konektivitas emosional dengan penonton atau
hanya semu yang bersifat dekoratif. Di masa kini, dengan pesatnya kemajuan
teknologi, dunia nyata maupun simulasi melebur. Sebuah cerita bukan hanya
terfokus pada visual yang dilihat, tetapi juga pada getaran emosional para
penonton.
Kedalaman pengalaman emosional menjadi
aspek yang penting dalam sebuah film. Kekayaan dan kedalaman hal-hal yang
bersifat batiniah seharusnya melekat dalam sebuah narasi. Kedalaman emosional
dalam sebuah film tidak hanya pada tampilan visualnya saja, melainkan pada
kompleksitas karakter, pengembangan plot dan rangkaian kejadian. Dalam konteks
ini, mewahnya visual yang dihasilkan melalui CGI acap kali menyamarkan bahkan
menghilangkan elemen-elemen yang membentuk kisah itu sendiri. Penulis mengambil
contoh film serial Bujang Lapok dari negeri Jiran, Malaysia, dan film Ranah 3
Warna. Setelah menonton kedua film ini, penulis merasa ikut merasakan emosional
dari para pemeran film. Penulis tidak hanya mengambil banyak pesan dalam narasi
film melainkan juga terasa seperti mengisahkan pengalaman sendiri. Dalam menjawab
dilema kedalaman emosional dalam sebuah film dirasa perlu mempertimbangkan bahwa
canggihnya CGI bukanlah akhir dalam sebuah film. Seharusnya teknologi tersebut
menjadi media untuk mencapai kedalaman emosional. Jika hal tersebut tidak
diperhatikan, mungkin saja dunia perfilman yang memakai CGI kehilangan
substansi esensial yaitu pengalaman emosional penonton.
Terakhir yang menjadi kritik terhadap teknologi canggih ini adalah teknik sinematik modern dan penggunaan CGI cenderung lebih mengutamakan mencari keuntungan materi saja. Sebagai alat teknologi yang canggih, CGI acap kali dieksploitasi secara ekstensif oleh industri film dengan tujuan komersial. Penggunaan teknologi canggih berupa CGI yang berlebihan, apalagi demi menciptakan berbagai adegan spektakuler sering kali dimotivasi oleh dorongan finansial dan popularitas dari pada hasrat artistik dan naratif yang mendalam. Industri film mungkin saja lebih memfokuskan pada visual sebagai daya tarik penonton tanpa mempertimbangkan salah satu esensi yang sangat penting yaitu kedalaman emosional. Tentu saja dalam konteks ini kritik yang penulis lakukan terhadap penggunaan CGI untuk mencari keuntungan menjadi relevan.
Sebagai kesimpulan, konsep the waning of
affect dalam kajian postmodernisme Frederick Jameson memberi
sumbangsih sudut pandang yang kuat dalam mengkritisi tren yang sangat
mengandalkan teknik sinematik modern dan CGI. Berbagai teknologi canggih yang digunakan
dalam produksi film sangat membantu dalam menunjang kualitas visual yang
eksotis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Jameson mengenai the waning of
affect, penikmat film dihadapkan pada perdebatan tentang perihal mampu atau
tidaknya efek visual yang luar biasa dari CGI menggantikan kedalaman emosional
yang seharusnya melekat dalam sebuah narasi.
Baca juga: Teater Pentas Tiga Bayangan: Memikat Pete dengan Isu Revolusi Digital-albayaanaat.com
Kritik ini menyoroti potensi hilangnya ikatan emosional dalam dunia perfilman. Walaupun begitu, kesadaran terhadap dilema kedalaman emosional membuka jalan bagi refleksi mendalam tentang tujuan film itu sendiri. Dalam menghadapi ketegangan antara keeksotisan visual dan substansi emosional, dunia film modern membutuhkan pendekatan yang bijak untuk menyeimbangkan kecanggihan teknologi dan kedalaman batin. Penting untuk diingat bahwa teknik sinematik modern dan CGI seharusnya bukan hanya alat untuk menciptakan adegan yang menakjubkan maupun keuntungan materi saja, melainkan sarana untuk memperkaya pengalaman para penikmat film. Hal ini juga mengajak seluruh elemen untuk merenung tentang keseimbangan dan harmoni dalam produksi film. Menghadapi masifnya kemajuan teknologi, tantangan terberat yang mungkin akan muncul adalah memastikan bahwa film modern tetap setia pada inti dari sebuah film yaitu menyampaikan kisah yang memukau, mendalam, dan meresap ke dalam hati penonton. Diharapkan dengan itu, esensi dari keindahan bercerita yang mampu menyentuh hati tidak hilang.
Tim redaksi al-Bayaanaat menerima naskah tulisan berupa, opini, kajian bahasa dan sastra, cerpen, puisi, dan resensi buku. Tema bebas, disesuaikan dengan karakter albayaanaat.com sebagai media mahasiswa cendekia bernafaskan bahasa, sastra, dan budaya yang dapat dibaca oleh semua kalangan. Silahkan kirim karya tulis kalian ke email redaksi albayaanat.uinsuka@gmail.com dengan melampirkan biodata diri serta nomor telepon yang bisa dihubungi. Untuk syarat dan ketentuan pengiriman naskah, silahkan klik kirim naksah. Terima kasih.
0 Komentar
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan