Oleh: Nurkholifah Akrom
Sastra
merupakan bagian dari sebuah budaya yang pengaplikasiannya telah akrab dengan
manusia. Menurut Fadhil Munawwar Manshur, sastra adalah bagian dari entitas
budaya yang praktiknya tercermin dalam karya-karya sastra. Berbicara mengenai
hal ini, banyak bentuk karya sastra yang ada di sekitar kita. Salah satunya
yang sudah tidak asing lagi adalah drama atau teater. Drama atau teater
pertama kali muncul dari adanya upacara
agama primitif, yakni nyanyian-nyanyian untuk menghormati seorang pahlawan di
kuburannya dan dari kegemaran manusia mendengarkan cerita. Naskah teater tertua
yang ditemukan di dunia ditulis oleh seorang pendeta Mesir bernama I
Khernefert. Dari sanalah teater mulai terus mengalami perkembangan seiring
berkembangnya zaman.
Untuk
mendalami seni sastra Arab, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta prodi Bahasa dan
Sastra Arab (BSA) berinisiatif menggelar sebuah pertunjukan teater yang
menampilkan karya-karya sastra Timur Tengah. Teater tersebut diberi nama Teater
Aswad. Adapun tujuan dibentuknya teater ini yaitu untuk memotivasi serta
menggugah semangat mahasiswa dalam mempelajari karya sastra Timur Tengah dan
menambah kecintaan terhadap seni sastra Arab.
Teater
ini pertama kali dibentuk pada pertengahan Oktober 2018 yang beranggotakan
mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab semester enam angkatan 2016. Terbentuknya
Teater Aswad sendiri dilatarbelakangi oleh adanya mata kuliah Dramaturgi yang
mengkaji teori-teori drama seperti sejarah drama, keaktoran, seni peran, tata
lampu dan pencahayaan, dan setting.
Filosofi
dari penamaan Teater Aswad berkaitan erat dengan sejarah Hajar Aswad. Pada masa
Nabi Ibrahim ‘Alaihi Salam, Hajar Aswad adalah bagian dari Ka’bah dan sebagai
penanda bagi umat manusia untuk berkumpul. Pada masa prakenabian Rasulullah ï·º,
terdapat perselisihan mengenai siapa yang akan meletakkan Hajar Aswad karena
adanya renovasi
pada Ka’bah. Kemudian Hajar Aswad berhasil diletakkan oleh empat orang yang
merupakan penguasa dari masing-masing suku. Selanjutnya, untuk peletakannya di
sisi Ka’bah dilakukan oleh Rasulullah ï·º. Oleh karena itu, Teater Aswad
merupakan tonggak awal bagi mereka (mahasiswa BSA semester enam) sebagai
peletak pertama sekaligus yang memulai adanya kelompok teater.
Baca Juga:
Saat Kegelapan Menjadi Hal yang Indah
Aku
Kehidupan Perempuan Bercadar di Indonesia
Baca Juga:
Saat Kegelapan Menjadi Hal yang Indah
Aku
Kehidupan Perempuan Bercadar di Indonesia
Sebagai
hasil dari karya sastra yang dapat dilihat dan dinikmati oleh khalayak umum,
maka pada 8-9 Februari 2019, Teater
Aswad berhasil menampilkan karya besar mereka dengan judul Yerussalem dan Harut
Marut. Dua drama tersebut berhasil ditampilkan selama dua malam berturut-turut
dan banyak mendapatkan apresiasi dan respon positif dari para penonton. “Sudah
bagus menurut saya. Dengan persiapan
yang hanya memakan waktu dua bulan untuk hasil seperti itu dapat dinilai
lumayan bagus. Pembawaan karakter dan lighting sudah baik. Hanya saja
untuk penataan musik masih kurang,” ujar seorang penonton usai menyaksikan pementasan teater aswad di gelanggang Eska,
UIN Sunan Kalijga Yogyakarta, Jum’at (08/02/2019).
Persiapan
dalam teater ini hanya memakan waktu dua bulan. Dimulai dari pembentukan
kelompok sampai pada tahap latihannya.
Meskipun belum maksimal, hasil keseluruhannya tidaklah mengecewakan. “Meskipun
anak-anak belum pernah mengenal teater dan hanya latihan dua bulan, tetapi
hasilnya saya akui sudah bagus. Semangat mereka dalam teater ini sudah
dapat diapresiasi,” ungkap Bu Aning, selaku dosen pengampu mata kuliah
dramaturgi, saat ditemui di gelanggang Eska, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Jum’at (08/02/2019)
Tema
yang diangkat pada kedua teater kali ini
merupakan tema yang menarik atau yang sedang hangat diperbincangkan di
masyarakat. Dalam pemilihan tema tersebut, Teater Aswad sendiri juga menyesuaikan dengan keadaan sekitar.
Pada teater pertama, Yerussalem,
mengangkat sebuah kisah tentang jatuhnya Kota Yerussalem atau Palestina ke
tangan orang-orang Eropa.
“Tentang
Kota Yerussalem yang jatuh ke tangan orang-orang Eropa, namun sang Khalifah
sendiri sebagai pemimpin negeri malah acuh terhadap tangisan rakyatnya. Maka,
dari sanalah nilai-nilai moral dapat kita petik bahwa kepedulian dan cinta tanah
air harus ditanam dari diri
masing-masing,” ujar Anna selaku wakil director pada teater kali ini. Adapun
untuk teater kedua, Harut Marut,
berbicara tentang hakikat sebuah cinta dimana Malaikat Harut dan Marut diuji
dengan adanya sebuah cinta. Jika cinta tersebut tidak ditempatkan dengan tepat,
maka akan menghancurkan diri sendiri bahkan orang lain.
“Bagi
mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab generasi selanjutnya, hendaklah melihat
perjuangan mahasiswa semester enam dalam mempersiapkan penampilan agar dapat menampilkan
yang lebih baik serta dapat terus mengharumkan nama jurusan Bahasa Sastra dam
Arab melalui Teater Aswad ini “, imbuh Bu Aning. [Husaini/edt].
0 Komentar
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan