Tak Seperti yang Ia Inginkan
Oleh:
Fadhil Iqbal
Keningnya mengkerut.
Ada seseuatu yang mengganjal dipikirannya,
entah
apa yang dipikirnya. ‘persepsi’ mungkin, karena aku tahu betul pernyataannya
sebelum berangkat. Dia bilang akan menjadi orang yang pertama kali menyesal
kalau kegiatan ini hanya untuk main-main. Dan betul, ketika kegiatan ini tidak
berjalan dengan baik karena hal-hal yang tidak terduga, ia pun kesal, keningnya
mengkerut, dan bibirnya maju seperti bebek yang sedang mengunyah makanan.
Awalnya, setelah bersama-sama selesai
ujian, kami berencana untuk mengadakan
share and care. Konsep yang digunakan adalah ‘mantai’ bareng dan diselingi
share and care. Berbagai pertimbangan telah kami buat, apakah mengadakan
kegiatan ini di tempat ibadah, atau tempat rekreasi. Tempat belajar tidak kami
pilih, tentu saja karena kami ingin ‘nyantai’ dan tidak melihat benda-benda
yang berbau akademisi. Masjid awalnya diusulkan, dan tempat ibadah ini memang
sangat cocok untuk kegiatan ini. Tapi, mengingat kondisi selesai ujian dan
jarang jalan-jalan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat ke pantai.
“Mas, pantainya jauh eh pas aku lihat
di maps, pasti bikin capek” tanya Maiq,
teman sekelas kami.
“Pantainya
kan nanti bisa berpindah, ‘politik capek’ bisa ngerubah arah tujuan utama ke pantai terdekat kok,
tenang aja” jawabku.
Akhirnya
ia percaya dan kami pun bersiap untuk berangkat. Undangan kami sebar dan berangkat pukul 07.30 WIB
(Waktu Indonesia Barat), tapi akhirnya berangkat pukul 08.30 WIB (Waktu
Indonesia Banget). Mau berangkat, tapi tiba-tiba ada kata OTW dari teman yang
lain silih berganti sampai kami putuskan ini yang terakhir dan yang lainnya
menyusul saja.
Kemudian
kami berkumpul, dan pemimpin perjalanan kami memberikan arahan kepada kami
serta memimpin do’a.
“Kita mau doa apa?” Ia bertanya.
“Doa perjalananlah, Pak” jawab
Jannah, seorang adik tingkat yang cerewet.
“Bismillahi
tawakkaltu ‘alallahi la haula wala quwwata illa billahil ‘aliyyil ‘adzim” ucap
kami bersama-sama dengan khusuk.
Pembagian
motor dan boncengan pun disesuaikan dengan ukuran badan. Karena kami tidak
ingin, gak balance dan terjadi hal yang tidak diinginkan, safety first seperti
pekerja bangunan. STNK, helm, dan hal-hal yang menjadi syarat agar tidak kena
tilang juga kami penuhi.
Awalnya,
semua melaju sesuai arahan. Pembawa jalan di depan, diikuti rombongan yang
perempuan dan diakhiri rombongan laki-laki. Tetapi, traffic light pertama benar
memisahkan kami diawal. Tetapi tidak mengapa, karena memang kami sudah sepakat
untuk bertemu di pom bensin pertama.
Bertemu
kembali dan terpisah lagi karena traffic light. Dan inilah yang membuat kebanyakan orang cemberut, apalagi
dia. Sudah nyasar dan sampai di jalan tanjakan serta buntu, kami harus memutar
balik arah, dan share and care yang tidak terealisasi dengan baik. Itulah yang
membuatnya cemberut. Karena yang ia inginkan bukan main-mainnya, tapi share and
care. Mungkin ia mau curhat sesuatu, atau mau mendengar curhatan orang lain.
Tak
tahulah, yang jelas ia cemberut.
0 Komentar
Silahkan berkomentar secara bijak dan sesuai dengan pembahasan